Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
“Belum berfungsi saja, infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur sudah rusak. Terbelah dan mengalami longsor akibat hujan deras. Ini antara kualitas pembangunan yang asal jadi atau memang IKN ‘ditolak’ alam.” Demikianlah pembuka tulisan dalam sebuah media online (inilah.com, 25/12/2024).
Tepatnya di kilometer (KM) 38 arah IKN atau rute Samboja-Sepaku, sebelum Bukit Bengkirai, jalanannya mengalami retak dan terbelah dua. Atas kejadian ini, juru kampanye Greenpeace Indonesia, Rio Rompas mendesak pemerintah menghentikan pembangunan IKN untuk sementara. Menunggu kajian tentang daya dukung lingkungan dan sosial dikerjakan dengan baik (proper).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam setahun ini, kata Rio, sudah 4 kali IKN mengalami banjir. Sementara pada 2023, terjadi sebanyak tiga kali. Ini artinya frekuensi banjir terus meningkat sejak IKN dibangun dalam tiga tahun belakangan ini dengan cara-cara serampangan.
Demikianlah alam pun “marah” sehingga IKN membawa dampak negatif. Tentu jadi urgen Kaltim perlu diselamatkan! Sebelum bertambah dari dampak negatif akibat pembangunan baru karena IKN. Namun, cukupkah dengan penghentian sementara?
Dampak Negatif IKN
Meski dari pihak Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menegaskan tetap pada komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup melalui upaya reforestasi. Namun, tidak dapat dipungkiri deforestasi di IKN yang demikian masif telah mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti hilangnya habitat flora dan fauna, erosi tanah, dan pencemaran.
Data Forest Watch Indonesia (FWI), menyebutkan, tingkat deforestasi di IKN periode 2018-2021 mencapai 18.000 hektare. Seluas 14.010 hektare adalah hutan produksi. Kemudian, 3.140 hektare di area penggunaan lain (APL), sisanya 807 hektare di Tahura, 9 hektare adalah hutan lindung, dan 15 hektar di area lainnya. Sementara sepanjang 2022 sampai Juni 2023, luas areal terdeforestasi mencapai 1.663 hektar.
Kerusakan lingkungan Kaltim akibat tambang saja saat ini tak tertangani, ditambah deforestasi akibat pembangunan IKN. Bagaimana bisa mewujudkan secara bijak pembangunan infrastruktur yang adaptif kondisi alam sedangkan aktor utama di belakang para Kapital? Terjawab IKN bukan untuk kesejahteraan rakyat karena proyek IKN tetap dilanjutkan meskipun masyarakat sekitar IKN terkena dampak negatifnya.
Insiden jalan terbelah merupakan bukti pemerintah serampangan dalam pembangunan. Tentunya kita berharap pembangunan dan pindah ibukota akan memperhatikan lingkungan dan masyarakat sosial sehingga mengurangi dampak alam tersebut. Islam punya solusi akan hal ini.
Islam Wujudkan Alam Bersahabat
Pembangunan ibukota harusnya berasaskan Islam dan kemaslahatan sehingga tidak merusak lingkungan. Alam harus bersahabat tentunya ketika diatur dengan syariat. Tata kelola SDAE dan pembangunan apalagi pindah ibukota dalam Islam tentu akan memperhatikan kondisi lingkungan, sosial, dan strategi politik.
Islam memberikan arah yang jelas dalam pembangunan, dimulai dari kepemilikan lahan yang jelas, penyediaan lahan, dan biaya mandiri. Negara akan fokus pada pengelolaan SDAE yang dikelola sendiri atau mandiri sehingga lingkungan terjaga jauh dari eksploitasi dan deforestasi.
Islam mempunyai pengaturan yang jelas terkait kepemilikan SDAE sehingga tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. Begitu pula dalam pembangunan dan pindah ibukota. Demikianlah ketika Islam diwujudkan dalam sistem kehidupan maka rahmatan lil alamin benar-benar dirasakan in syaa Allah. Wallahu’allam…